Dengar Tangis Anak ketika Shalat, Tidak Khusyu, Apakah Batal?



Ada yang perlu dipahami terlebih dahulu berkaitan dengan konsep khusyu’. Khusyu’ secara bahasa berarti tenang (al-sukûn) dan al-tadzallul (meresa hina). Pendapat lain juga menyatakan bahwa khusyu’ adalah hudhûr al-qalbi/fokusnya hati, pikiran dan perasaan dalam satu perbuatan. Seperti contoh dalam kehidupan sehari-hari sering kali terungkap dalam ucapan kita mengatakan, “khusyu’ banget nonton tv-nya.” Dan ungkapan semisalnya.

Sebenarnya khusyu’ dalam mengerjakan satu perkerjaan sudah biasa kita lakukan dalam aktivitas rutin kita. Namun terkadang kehusyuan tadi jarang kita terapkan ketika shalat, padahal sesungguhnya tidak ada perbedaan antara khusyu’ dalam shalat dan di luar shalat, karena pada prinsipnya khusyu’ akan dapat diraih ketika kita dapat menghadirkan hati, pikiran dan perasaan dalam mengerjakan suatu perbuatan. Menurut istilah, imam al-Qurthubi mendefinisikan khusyu’ adalah keadaan di dalam jiwa yang nampak pada anggota badan dalam bentuk ketenangan dan kerendahan hati.

Jumhur ulama sepakat bahwa khusyu’ tidak termasuk kedalam rukun dan wajib dalam shalat, namun khusyu’ hukumnya adalah sunnah dan menjadi satu kemestian dalam shalat (min lawazim al-shalat). Dari sana maka, orang yang tidak khusyu’ dalam shalat tidak membatalkan shalat namun ia tidak mendapatkan pahala sunnah saja. Dalilnya riwayat Abu Huarairah, bahwa nabi saw. Melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika shalat, maka beliau berkata, “seandainya hatinya khusyu, maka khusyu’ pula anggota badannya.” (HR. At-Tirmidzi).

Namun perlu difahami bahwa khusyu dalam shalat merupakan bagian dari tanda-tanda orang yang beruntung sebagaimana firman Allah dalam surat al-Mu’minun: 2. Selanjutnya kekhusyuan dalam shalat hanya dapat digapai ketika kita memperhatikan dan mencontoh shalat nabi, sehingga jika kita ingin meraih shalat khusyu’, maka lihatlah bagaimana nabi melakukan shalat. Hal ini penting untuk kita teladani, agar kita tidak mengalihkan definisi khusyu’ sebagaimana telah ditetapkan oleh nabi.

Bentuk-bentuk penyimpangan makna khusyu belakangan ini muncul di tengah-tengah masyarakat, ada pandangan-pandagan keliru mengartikan khusyu’, seperti khusyu’ dapat diraih dengan keluar dari dunia nyata kemudian berkontemplasi. Hal ini sungguh sangat keliru sebab pada hakikatnya shalat khusyu’ yaitu shalat yang tidak melakukan gerakan-gerakan yang tidak dibenarkan secara syar’i untuk dilakukan dalam shalat. Seperti memejamkan mata, memandang ke langit dan menoleh ke kanana atau ke kiri. Oleh karena itu rujukan shalat khusyu’ hanya baginda Rasulullah saw.

Dalam beberapa keterangan, Rasulullah saw pernah melakukan shalat dalam keadaan berikut ini;

1. Menggendong bayi
Dari Abi Qatadah radhiyallahuanhu berkata, Aku pernah melihat Nabi SAW mengimami orang shalat, sedangkan Umamah binti Abil-Ash yang juga anak perempuan dari puteri beliau, Zainab berada pada gendongannya. Bila beliau SAW ruku’ anak itu diletakkannya dan bila beliau bangun dari sujud digendongnya kembali (HR. Muslim)

2. Memperlama sujud saat dinaiki cucu
Dari Syaddan Al-Laitsi radhiyallahuanhu berkata,”Rasulullah SAW keluar untuk shalat di siang hari entah dzhuhur atau ashar, sambil menggendong salah satu cucu beliau, entah Hasan atau Husain. Ketika sujud, beliau melakukannya panjang sekali. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil berada di atas punggung beliau SAW. Maka Aku kembali sujud. Ketika Rasulullah SAW telah selesai shalat, orang-orang bertanya,”Ya Rasulullah, Anda sujud lama sekali hingga kami mengira sesuatu telah terjadi atau turun wahyu”. Beliau SAW menjawab,”Semua itu tidak terjadi, tetapi anakku (cucuku) ini menunggangi aku, dan aku tidak ingin terburu-buru agar dia puas bermain. (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim)

3. Mempercepat shalat karena mendengar tangisan bayi
Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Sungguh aku mendengar suara tangis anak kecil ketika sedang (mengimami) shalat. Maka aku ringankan (percepat) shalat, khawatir ibunya akan mendapatkan masalah. (HR. Muttafaq ‘alaihi)

4. Membunuh kala jengking atau ular
Dari Aisyah radhiyallahuanha istri Nabi SAW berkata bahwa Rasulullah SAW sedang shalat di rumah, datanglah Ali bin Abi Thalib. Ketika melihat Rasulullah SAW sedang shalat, maka Ali pun ikut shalat di sebelah beliau. Lalu datanglah kalajengking hingga berhenti di dekat Rasulullah SAW namun meninggalkannya dan menghadap ke Ali. Ketika Ali melihat kalajengking itu, Ali pun meninjaknya dengan sandalnya. Dan Rasulullah SAW memandang tidak mengapa pembunuhan itu terjadi (dalam shalat). (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani)

5. Lupa lantas melakukan sujud sahwi
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahuanhu berkata,”Rasullullah SAW mengimami kami 5 rakaat. Kami pun bertanya,”Apakah memang shalat ini ditambahi rakaatnya?”. Beliau SAW balik bertanya,”Memang ada apa?”. Para shahabat menjawab,”Anda telah shalat 5 rakaat!”. Beliau SAW pun menja-wab,”Sesungguhnya Aku ini manusia seperti kalian juga, kadang ingat kadang lupa sebagaimana kalian”. Lalu beliau SAW sujud dua kali karena lupa. (HR. Muslim)

6. Shalat di atas unta
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW shalat di atas kendaraannya menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau shalat wajib, beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR. Bukhari)

7. Memberi isyarat ketika ada orang yang mengucapkan salam.
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW masuk ke masjid Bani Amr bin ‘Auf (masjid Quba’). Datanglah beberapa orang dari Anshar memberi salam kepada beliau SAW. Ibnu Umar bertanya kepada Shuhaib yang saat itu bersama Nabi SAW,”Apa yang dilakukan beliau SAW bila ada orang yang memberi salam dalam keadaan shalat?”. Shuhaib menjawab,”Beliau memberi isyarat dengan tangannya. (Hr. Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan An-Nasa’i)

8. Memberi isyarat dengan tangan kepada orang yang melewati tempat sujud

9. Bergerak menggeser dan mengisi shaff di depan ketika kosong.

Dari beberapa keadaan di atas, maka tidak mungkin semua itu dialakukan oleh nabi dalam shalat jika shalat beliau melepaskan diri dari dunia nyata dengan memejamkan mata atau berkontemplasi. Dengan demikian itulah panduan shalat khusyu’ dari nabi. Lebih jelasnya, dalan Surat al-Baqarah: 46, Allah menjelaskan cara untuk meraih shalat khusyu’, “(yaitu) mereka yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya.” Memberikan isyarat kepada anak karena ada kebutuhan yang dibenarkan oleh syara’, tidak membatalkan shalat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Sumber : islampos.com

Subscribe to receive free email updates: