Dari Sekian Banyak Doa yang Kau Panjatkan, Kapan Terakhir Kali Syukur Kau Lakukan? Renungan tentang syukur, yang sering terlupa dalam benak kita.



Doa merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia. Doa adalah cara kita berkomunikasi dengan Dia yang ada diatas sana. Kita gantungkan impian, harapan dan cita-cita melalui doa. Dengan doa kita meminta, dengan doa kita memohon, dengannya pula kita mengeluh dan mengadu kepada Sang Pencipta.

Namun, seringkali doa hanyalah menjadi untaian kata, tanpa diikuti dengan keikhlasan dan penyucian diri si peminta. Tak jarang pula doa hanya berisi keluh kesah, berisi ‘tuntutan’ kepada-Nya, dan menjadi rutinitas tanpa adanya makna. Ketika doa belum terjawab, seringkali timbul prasangka dalam hati. Namun setelah doa terkabul, giliran manusia luput tuk ucapkan terima kasih.

Sebagai manusia, kita memang diwajibkan berdoa dan memohon kepada-Nya

Kita memang wajib mengemis dan memohon kepadanya. Bukankah Dia sebaik-baik tempat bersandar dan meminta? Bukankah Dia Yang Maha Kaya? Bukankah segala isi dunia tunduk hanya kepada-Nya? Dengan petunjuk-petunjuk yang ada, masihkah kita tak percaya akan pertolongan-Nya? Sudah kebutuhan manusia rela sujud siang malam, rutin menjalankan puasa, serta rela merangkak menyusuri bukit agar bisa “berkomunikasi” dengan-Nya, demi terkabulnya angan dan cita-cita.

Tak hentinya kita berdoa siang-malam, namun kapan terakhir kali kita mengucap syukur kepada-Nya?

Bersyukur bukan hanya ketika doa terkabul. Bukan pula hanya dengan mengucap “Alhamdulillah” atau “Puji Tuhan” semata. Lebih dari itu, rasa syukur harus bisa dirasakan getarannya dalam hati dan pikiran. Dengannya berarti kita benar-benar telah tulus ikhlas, percaya kepada Sang Maha Kuasa, dan telah berhasil mengucap terima kasih dengan sebenar-benarnya. Tapi, kapankah kita terakhir kali mengucap syukur kepada Sang Pencipta? Bukankah justru kita lebih banyak mengemis dan meminta kepada-Nya?

Alih-alih mengucap syukur, kita malah lebih sering mengeluh dan merutuki nasib hingga justru terlihat kufur

Tak perlu melihat nasib dan kehidupan orang lain yang kamu pikir lebih beruntung. Pasalnya, kehidupanmu juga tak kalah menariknya. Bayangkan, pagi ini kamu bangun dengan tubuh yang sehat, diatas kasur yang empuk, masih bisa menghirup segarnya udara pagi, dan masih bisa sarapan dengan sepiring nasi. Itu artinya, kamu masih lebih beruntung daripada banyaknya gelandangan diluar sana! Bukankah tak sedikit orang yang keadaannya jauh dibawah kita?

Tiap pagi mereka bangun diatas selembar kertas koran, tidur dibawah jembatan, dan seringkali dibangunkan oleh bau kotoran yang menyengat. Sarapan mereka di pagi hari: sisa makanan yang mereka temukan di tong sampah. Jika dibandingkan dengan tunawisma yang tidur di emperan, bukankah kita jauh lebih beruntung? Jika dibandingkan dengan para pengungsi dan korban perang, bukankah sudah sepantasnya kita bersyukur?

Padahal, dengan bersyukur kita akan lebih bahagia, lebih menghargai keadaan saat ini
EDITORS' PICKS

· Ladies, Terapkan 9 Cara Ini Kalau Mau Tetap Kurus Walau Hobimu Makan

· 6 Alasan Kenapa Kamu Harus Bekerja Keras dan Menimbun Uang di Usia 20-an

· Tahukah Kamu Kalau Donat yang Kamu Ambil Bisa Menggambarkan Kepribadianmu?

Cobalah tengok ke belakang. Tak perlu jauh-jauh, cukup dua atau tiga tahun ke belakang ketika kamu masih kuliah, dan pusing mengerjakan skripsi. Lalu lihat saat ini, kamu sudah lulus dan resmi menjadi sarjana. Atau kamu yang saat ini sudah bekerja dengan gaji pas-pasan, janganlah mengeluh dengan pekerjaanmu. Tengoklah beberapa bulan lalu, kamu masih bingung melamar pekerjaan kesana-kemari, beberapa kali interview namun belum lolos juga, dan beberapa keruwetan lainnya. Bukankah seharusnya kamu bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan meski gaji-mu masih biasa saja?

Syukur pula yang dapat menjadi obat hati dan penenang jiwa bagi mereka yang menjalani

Iri, dengki, cemburu, memang merupakan penyakit yang seringkali menggerogoti hati. Jika kita tak pandai bersyukur, tentunya kita tak akan pernah melihat kenikmatan yang telah kita dapat. Kita akan selalu melihat kehidupan orang lain yang ujung-ujungnya memunculkan bibit-bibit penyakit hati. Sebaliknya, jika kita tak akan membanding-bandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain dan pandai bersyukur, kita justru bisa lebih menkimati hidup ini sehingga hati kita pun akan tenteram dan jiwa kita akan tenang.

Berjuta kebaikan akan kamu bawa, dan segala beban dalam pundakmu akan terasa ringan jika kamu pandai bersyukur

Banyak orang yang mengatakan bahwa kehidupan kita dipengaruhi oleh pemikiran kita. Jika kita memandang hidup ini sebagai anugerah, menjalaninya dengan suka cita, dan selalu memandang masalah dengan pemikiran positif, maka niscaya hidup kita akan menjadi lebih bahagia. Sebaliknya, jika kita terus mengeluh dan menggerutu, maka masalah-pun akan datang bertubi-tubi. Oleh karenanya, biasakanlah bersyukur, berpikirlah positif, agar beban di pundakmu berkurang.

Asal kamu tahu, daripada terus mengeluh dan meminta, justru sesungguhnya syukur adalah doa yang paling manjur. Jadi, masih maukah diri ini menunda tuk mengucap syukur?

Bukankah Tuhan telah berjanji akan “menambah nikmat” kepada hamba-Nya yang pandai bersyukur, dan memberi hukuman kepada mereka yang kufur? Oleh karenanya, berhati-hatilah atas segala ucapan dan tindakanmu. Usahakan agar selalu berpikir positif, dan ingatlah bahwa segala sesuatu yang kamu alami pasti ada hikmah yang tersembunyi.

Tak apa jika selama ini kamu jarang atau bahkan hanya sesekali mengucap syukur. Namun setelah membaca tulisan ini, perbanyaklah syukur dalam keseharianmu. Panjatkan terima kasih kepada-Nya. Karena pada dasarnya manusia memang tempat salah dan lupa, namun bukankah lebih baik terlambat mengucap syukur daripada tidak sama sekali bukan?

Sumber : idntimes.com

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :