Dalam dua bulan terakhir berduyun-duyun warga Gampong Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, mencari daun biak (ada juga yang menyebutnya daun keramat) di kawasan hutan di gampong tersebut karena ada yang membelinya Rp 13.000/kg dalam keadaan kering.
Daun biak diperoleh warga dari pohon yang tumbuh liar di lahan lembab seperti di rawa-rawa, pinggiran alur, dan hutan sedang.
“Sejak dua bulan terakhir warga di sini setiap hari sibuk berburu daun biak ke pinggir hutan,” ungkap Zubaidah kepada Serambi, Jumat (4/3).
Daun biak kini menjadi sumber pendapatan baru bagi petani di Gampong Seumanah Jaya, seiring dengan anjloknya harga hasil pertanian (kakao, karet, dan sawit). “Saat ini justru harga daun biak yang sangat lumayan,” kata Zubaidah.
Daun biak atau daun ketum itu kini sangat membantu perekonomian warga Seumanah Jaya dan sekitarnya, mengingat harga tanaman produktif lainnya sedang anjlok. Belum lagi padi warga banyak yang gagal panen karena terendam banjir, bahkan tanaman sawit di perkebunan warga pun sudah habis dirusak gajah.
Harga daun biak ini, seusai dipetik dari pohonnya laku dijual kepada pedagang pengumpul Rp 1.500-3.000/kg. “Tapi, kalau daunnya sudah dijemur hingga kering dan hancur jika diremas, maka harganya 10.000-13.000 rupiah per kilo,” ujar Zubaidah.
Seorang pengumpul bernama Zakaria yang juga warga setempat kepada Serambi menyebutkan, daun biak yang dia beli dari petani dijualnya lagi kepada agen di Aceh Tamiang dengan harga sedikit lebih tinggi. “Saya jual kepada agen di Aceh Tamiang seharga 18.000-20.000 per kilo,” ungkap Zakaria kepada Serambi.
Menurut Zakaria, sejak tiga tahun terakhir pembeli daun biak di wilayahnya timbul tenggelam. Tapi sejak dua bulan terakhir harga daun biak masih bertahan dan merupakan harga tertinggi dari sebelumnya.
“Dulu pernah ada pembeli daun biak membeli daun keringnya 6.000-9.000/kilo. Pendeknya, harga tahun ini lumayan tinggi, sangat membantu para petani,” ujarnya.
Zakaria menyebutkan, hingga kini petani menyebut daun tersebut oen biek. “Petani juga bertanya-tanya apa sebenarnya manfaat daun tersebut. Selama ini pohon tersebut tumbuh liar di rawa-rawa, tepian alur, dan hutan sedang tanpa dipedulikan warga sama sekali,” ujarnya.
Tapi kini, seiring dengan meningkatnya harga daun biak kering, para petani setempat pun mulai termotivasi menanam dan mengembangbiakkannya di lahan tidur mereka.
“Saya sudah mulai menanam pohon biak di kebun saya, karena harganya yang sangat menjanjikan,” kata Zakaria.
Sementara itu, seorang agen di Aceh Tamiang mengaku ia membeli daun biak ini dari para petani di Aceh Timur dan Aceh Tamiang.
Diakuinya, sebelum tahun 2016 daun biak bagai tak bernilai. Tapi kini harganya semakin bagus sehingga banyak petani yang memburunya.
Ia menjual daun biak tersebut kepada tauke di Medan, Sumatera Utara, namun dia tak tahu saudagar di Medan ke mana lagi menjualnya. “Saya jual ke tauke di Medan dengan harga 24.000-25.000/kilogram,” ujar tauke yang minta namanya tak disebutkan.
Sebuah sumber menyebutkan, daun biak hampir selaku diekspor ke luar negeri, karena berkhasiat obat. Mulai dari obat sesak napas, sakit perut, dan melancarkan pencernaan. Sumber lain menyebutkan, mengonsumsi daun ini menyebabkan ketagihan. Bahkan ada yang menggosipkan bahwa ekstrak daun biak dapat menunjang vitalitas pria. Namun, sejauh ini pembuktian ilmiahnya belum ada. Beberapa referensi yang diunduh Serambi pun tidak mengindikasikan kebenaran gosip tersebut.
Sumber : aceh.tribunnews.com